PERTAMBANGAN
Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan energi pun tak dapat dielakkan. Dewasa ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya.Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa kendaraan bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992).
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:
Dampak Terhadap Udara
dan Iklim
Selain menghasilkan energi,
pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi,batu bara) juga
melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida
(NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam,
smog dan pemanasan global).
Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah
pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal
dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit
listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya
kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx
tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya
hujan asam.
Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah
pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan
peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga
berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk
asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Emisi gas NOx dan SO2 ke udara
dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam
sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan,
air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH
“hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan
tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan,
dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk
perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya.
Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat,
lapuk).
Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Emisi CO2 adalah pemancaran atau
pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan
kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek
rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi
inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal
tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.
Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan
gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar,
karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu
gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global.
Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton
Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton
Dampak Terhadap
Perairan
Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan
pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak
atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau
air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran
tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.
Dampak Terhadap Tanah
Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
Tahap Persiapan Penambangan (Mining Development)
Pembukaan atau pembersihan lahan (land clearing) sebaiknya dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya bagian lahan yang akan langsung atau segera ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan selesai, maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat yang sama, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi lahan bekas tambang.
Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden) jalan-jalan angkut yang dilalui alat-alat angkut akan berdebu, oleh sebab itu perlu disiram air secara berkala. Bila keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan yang berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawa air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slope stability). Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat penimbunan yang relatif datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall bench slope) yang landai. Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya memakai metoda nisbah pengupasan yang konstan (constant stripping ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yang semakin besar (increasing stripping ratio method) sehingga luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar.
Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
Tahap Persiapan Penambangan (Mining Development)
Pembukaan atau pembersihan lahan (land clearing) sebaiknya dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya bagian lahan yang akan langsung atau segera ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan selesai, maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat yang sama, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi lahan bekas tambang.
Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden) jalan-jalan angkut yang dilalui alat-alat angkut akan berdebu, oleh sebab itu perlu disiram air secara berkala. Bila keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan yang berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawa air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slope stability). Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat penimbunan yang relatif datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall bench slope) yang landai. Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya memakai metoda nisbah pengupasan yang konstan (constant stripping ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yang semakin besar (increasing stripping ratio method) sehingga luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar.
Tahap Penambangan
Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining) dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak pembuangan batuan samping (country rock/waste) dan air berlumpur hasil penirisan tambang (mine drainage). Kecuali untuk metode ambrukan (caving method) yang dapat merusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena terjadinya amblesan (surface subsidence). Metoda penambangan bawah tanah yang dapat mengurangi timbulnya gas-gas beracun dan berbahaya adalah penambangan dengan “auger” (auger mining), karena untuk pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak. Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus dilakukan penyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut, tempat-tempat pemuatan, penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap tempat perpindahan (transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi bangunan penutup serta unit pengisap debu
Untuk menghindari timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan batu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan yang benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond delay detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry) yang tepat.
Lumpur dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang ke badan air (sungai, danau atau laut), tetapi harus ditampung lebih dahulu di dalam kolam-kolam pengendapan (settling pond) atau unit pengolahan limbah (treatment plant) terutama sekali bila badan air bebas itu dipakai untuk keperluan domestik oleh penduduk yang bermukim disekitarnya
Segera melaksanakan cara-cara reklamasi/ rehabilitasi/restorasi yang baik terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan meratakan daerah-daerah penimbunan tanah penutup atau bekas penambangan yang telah ditimbun kembali (back filled areas) kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation) yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Sedangkan cekungan-cekungan bekas penambangan yang berubah menjadi genangan-genangan air atau kolam-kolam besar sebaiknya dapat diupaya
kan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan atau tempat rekreasi.
Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining) dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak pembuangan batuan samping (country rock/waste) dan air berlumpur hasil penirisan tambang (mine drainage). Kecuali untuk metode ambrukan (caving method) yang dapat merusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena terjadinya amblesan (surface subsidence). Metoda penambangan bawah tanah yang dapat mengurangi timbulnya gas-gas beracun dan berbahaya adalah penambangan dengan “auger” (auger mining), karena untuk pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak. Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus dilakukan penyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut, tempat-tempat pemuatan, penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap tempat perpindahan (transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi bangunan penutup serta unit pengisap debu
Untuk menghindari timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan batu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan yang benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond delay detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry) yang tepat.
Lumpur dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang ke badan air (sungai, danau atau laut), tetapi harus ditampung lebih dahulu di dalam kolam-kolam pengendapan (settling pond) atau unit pengolahan limbah (treatment plant) terutama sekali bila badan air bebas itu dipakai untuk keperluan domestik oleh penduduk yang bermukim disekitarnya
Segera melaksanakan cara-cara reklamasi/ rehabilitasi/restorasi yang baik terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan meratakan daerah-daerah penimbunan tanah penutup atau bekas penambangan yang telah ditimbun kembali (back filled areas) kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation) yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Sedangkan cekungan-cekungan bekas penambangan yang berubah menjadi genangan-genangan air atau kolam-kolam besar sebaiknya dapat diupaya
kan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan atau tempat rekreasi.
PENYEHATAN LINGKUNGAN
PERTAMBANGAN
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan
kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3) Pengendalian dampak risiko lingkungan (4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan (3) Pengendalian dampak risiko lingkungan (4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
·
Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan). Disadari bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum. Terlihat pada grafik 2.97 berikut:
Grafik 2.97Akses Rumah Tangga Terhadap Air Minum Tahun 1995 s/d 2006
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan). Disadari bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum. Terlihat pada grafik 2.97 berikut:
Grafik 2.97Akses Rumah Tangga Terhadap Air Minum Tahun 1995 s/d 2006
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.
·
Tahap
Persiapan Penambangan (Mining Development)
Pembukaan
atau pembersihan lahan (land clearing)sebaiknya dilaksanakan secara bertahap,
artinya hanyabagian lahan yang akan langsung atau segeraditambang. Setelah
penebasan atau pembabatan selesai,maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus
danbiasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengantanah penutup yang biasanya
tidak subur, melainkanharus diselamatkan dengan cara menimbun ditempatyang
sama, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai
(rumput-rumputan dansemak-semak), sehingga pada saatnya nanti masihdapat
dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi lahanbekas tambang.
·
Pada
saat mengupas tanah penutup (striping of overburden)jalan-jalan angkut yang
dilalui alat-alat angkut akanberdebu, oleh sebab itu perlu disiram air secara
berkala. Bilakeadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanahpenutup
jangan diibuang kearah lembah-lembah yangcuram, karena hal ini akan memperbesar
erodibilitas lahanyang berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawaair
sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slopestability). Bila tumpukan
tanah tersebut berada ditempatpenimbunan yang relatif datar, maka tumpukan itu
harusdiusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengankemiringan
keseluruhan (overall bench slope) yang landai.Disamping itu cara pengupasan
tanah penutup sebaiknyamemakai metoda nisbah pengupasan yang konstan
(constantstripping ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yangsemakin
besar (increasing stripping ratio method) sehinggaluas lahan yang terkupas
tidak sekaligus besar.
·
Tahap
Penambangan
Untuk
metoda penambangan bawah tanah (underground mining) dampaknegatifnya terhadap
lingkungan hidup agak terbatas. Yang perludiperhatikan dan diwaspadai adalah
dampak pembuangan batuan samping(country rock/waste) dan air berlumpur hasil
penirisan tambang (minedrainage). Kecuali untuk metode ambrukan (caving method)
yang dapatmerusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena
terjadinyaamblesan (surface subsidence). Metoda penambangan bawah tanah
yangdapat mengurangi timbulnya gas-gas beracun dan berbahaya adalahpenambangan
dengan “auger” (auger mining), karena untukpemberaiannya (loosening) tidak
memakai bahan peledak.• Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus
dilakukanpenyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut,
tempat-tempatpemuatan, penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap
tempatperpindahan (transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi
bangunanpenutup serta unit pengisap debu• Untuk menghindari timbulnya getaran
(ground vibration) dan lemparanbatu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya
diterapkan cara-cara peledakanyang benar, misalnya dengan menggunakan detonator
tunda (milliseconddelay detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry)
yang tepat.
·
Lumpur
dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang kebadan air (sungai, danau
atau laut), tetapi harus ditampung lebihdahulu di dalam kolam-kolam pengendapan
(settling pond) atau unitpengolahan limbah (treatment plant) terutama sekali
bila badan airbebas itu dipakai untuk keperluan domestik oleh penduduk
yangbermukim disekitarnya Segera melaksanakan cara-cara reklamasi/
rehabilitasi/restorasi yangbaik terhadap lahan-lahan bekas penambangan.
Misalnya denganmeratakan daerah-daerah penimbunan tanah penutup atau
bekaspenambangan yang telah ditimbun kembali (back filled areas)kemudian
ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation) yangnantinya dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan pertanianatau perkebunan. Sedangkan
cekungan-cekungan bekaspenambangan yang berubah menjadi genangan-genangan air
ataukolam-kolam besar sebaiknya dapat diupaya kan agar dapat dikembangkan pula
menjadi tempat budi-daya ikanatau tempat rekreasi.
B. Cara pengelolaam pembangunan
pertambangan
Sumber daya
bumi di budang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk
tercapainya pembangunan. Dan untuk ini perlu adanya survey dan evaluasi yang
terintegrasi dari para alhi agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit
kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis.
Penggunaan
ekologis dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan
mutu hasil pertambangan dan untuk memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas
pembangunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih
luas.
Segala
pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu
dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan
sedapatnya evaluasi sehingga segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan
ini dapat dihindari atau dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah
daripada memperbaikinya.
Dalam
pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan
dan penggunaanya harus hati-hati seefisien mungkin. Harus tetap diingat bahwa
generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan
ini.
C. Kecelakaan yang terjadi didunia
pertambangan
Usaha
pertambangan adalah suatu usaha yang penuh dengan bahaya. Kecelakaan-kecelakaan
yang sering terjadi, terutama pada tambang-tambang yang lokasinya jauh dari
tanah. Kecelakaan baik itu jatuh, tertimpa benda-benda, ledakan-ledakan maupun
akibat pencemaran atau keracunan oleh bahan tambang. Oleh karena itu tindakan –
tindakan penyelamatan sangatlah diperlukan, misalnya memakai pakaian pelindung
saat bekerja dalam pertambangan seperti topi pelindung, but, baju kerja, dan
lain – lain.
Contoh
sederhana karena kecelakaan kerja adalah terjadinya lumpur lapindo yang
terdapat di Porong, sidoarjo. Tragedi semburan lumpur lapindo yang terjadi
beberapa tahun silam, setidaknya menjadi bukti adanya kelalaian pekerja tambang
minyak yang lupa menutup bekas lubang untuk mengambil minyak bumi. Semburan di
Porong, sidoarjo bukan fenomena baru di kawasan Jawa Timur. Fenomena yang sama
terjadi di Mojokerto, Surabaya, Gunung Anyar, Rungkut, Purwodadi, jawa Tengah.
Bila
melihat empat lokasi tersebut, Porong ternyata berada pada jalur gunung api
purba. Gunung api ini mati jutaan tahun yang lalu dan tertimbun lapisan batuan
dengan kedalaman beberapa kilometer dibawah permukaan tanah saat ini. Tinjauan
aspek geologi dan penelitian sempel material lumpur di laboratorium yang
dilakukan Tim Ahli Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sejak juni hingga
pertengahan juli menunjukkan, material yang dikeluarkan ke permukaan bumi
memang berasal dari produk gunung berap purba.
D. Penyehatan lingkungan
pertambangan, pencemaran, dan penyakit-penyakit yang timbul dalam pembangunan
pertambangan
Program
Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih
sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan
.Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
(1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
.Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
(1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
(2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan.
(3) Pengendalian dampak risiko lingkungan
(4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian
tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan
dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan
kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan
tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu
berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU
dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri
terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran
pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok
melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang
dilaksanakan sebagai berikut:
Penyediaan
Air Bersih dan Sanitasi, Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor
air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang
dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang
ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri
serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap
penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di
daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan
tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran
masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan
dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses
pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan
Sanitasi.
Direktorat
Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi
diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah,
Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan
dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional,
seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan
melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang
dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar
pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status
kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan
rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman
masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat
berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan
pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi,
kegiatan operasional serta pemeliharaan).
Disadari
bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh
berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan
CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh
khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar
serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan.
Berdasarkan
sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap
pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di
perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun
2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria
penentuan akses air minum.
Dari segi
kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen Kesehatan,
Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui
pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas
Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air
bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan
kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program
dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator
kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat
dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan
pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan
terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target
Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan
dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium
yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih
meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.
Pencemaran dan penyakit yang timbul dalam pembangunan
pertambangan
Menurut
saya pertambangan memang sangat berperan penting bagi jaman sekarang. Soalnya
semua kehidupan di bumi ini menggunakan bahan-bahan yang ada di pertambangan.
Contohnya;
a) Biji besi digunakan sebagai bahan
dasar membuat alat-alat rumah tangga,mobil,motor,dll
b) Alumunium digunakan sebagai bahan dasar
membuat pesawat
c) Emas digunakan untuk membuat
kalung,anting,cincin
d) Tembaga digunakan sebagai bahan
dasar membuat kabel
e) Dan masih banyak lagi seperti
perak,baja,nikel,batu bara,timah,pasir kaca,dll
Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada suatu aktivitas pasti
disitu ada kerusakan lingkungan. Dan
kerusakan lingkungan di pertambangan adalah;
1.Pembukaan lahan secara luas Dalam masalah ini biasanya
investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area
tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban
jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui. Hasil
petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi
kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih.
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan
telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan
terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai
tempatnya. Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak
membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di
kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat
pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector
perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi udara. Di saat pertambangan
memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak
memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon.
Sejauh mana Anda mengetahui tentang cara pengelolaan pembangunan Pertambangan.
Sejauh mana Anda mengetahui tentang cara pengelolaan pembangunan Pertambangan.
Dari
petinjauan saya,bahwa pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana
dari investor,tenaga kerja yang terlatih,alat-alat pertambangan,dan area
pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang
pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan
illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara.
Penanaman
modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area
pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang
menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil
nilainya.
Dari
pengalaman yang terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area
tersebut. Ini biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun
kecelakaan dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering
terjadi di area pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal
seperti itu.
Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
Refernsi
http://dokumen.tips/documents/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan-pertambangan-energi.htmlhttp://www.kamase.org
http://data.menkokesra.go.id/content/program-penyehatan-lingkungan http://daniuciha90.blogspot.com/2010/01/tugas-v-class.html
INDUSTRI
A. Masalah
Lingkungan Dalam Pembangunan Industri
Lingkungan merupakan suatu topik yang tidak akan pernah mati untuk
dibahas. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang
mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi
surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di
dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti
keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik.
Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air,
iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala
sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia
dan mikro-organisme (virus dan bakteri).
Kita sebagai salah satu makhluk hidup di dunia tidak akan bisa terpisah
dari lingkungan. Lingkungan ini banyak di manfaatkan oleh seluruh makhluk
hidup, salah satunya oleh manusia lingkungan di jadikan kerabat untuk melakukan
kegiatan pembangunan industri.
Namun di balik semua kegiatan pembangunan industri terdapat banyak
masalah yang harus di tindak lanjuti. Misalnya saja pencemaran lingkungan
sebagai dampak dari proses pertambangan umumnya disebabkan oleh bahan yang
dapat berupa faktor kimia, fisika dan biologi. Pencemaran ini biasanya terjadi
di dalam dan di luar pertambangan yang dapat berbeda antara satu jenis pertambangan
dengan jenis pertambangan lainnya. Contoh Pertambangan minyak bumi yang
mempunyai aktivitas mulai dari eksplorasi, produksi, pemurnian, pengolahan,
penganngkutan, dan penjualan tidak lepas dari berbagai bahaya.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya
inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini,
pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan
pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi
memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api,
industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu
menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain
yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek
“rumah kaca”.
Teknologi
yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu
meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk
yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang
sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu
loncat.Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat
mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat
pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang
menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya.
Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra
fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi
menipisnya lapisan ozon di stratosfer.Teknologi memungkinkan negara-negara
tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya
dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan
pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus
berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka. Bahkan
akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi
oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen
informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet
yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik
pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi
sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh
negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh
menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
B. Keracunan Bahan Logam/Metaloid pada
Industrialisasi
Banyak pekerja yang dalam
melakukan kegiatan pekerjaannya rentan terhadap bahaya bahan beracun. Terutama
para pekerja yang bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung dengan
bahan beracun. Bahan beracun dalam industri dapat dikelompokkan dalam beberapa
golongan, yaitu: (1) senyawa logam dan metalloid, (2) bahan pelarut, (3) gas
beracun, (4) bahan karsinogenik, (5) pestisida.
Suatu bahan atau zat
dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan
pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai
berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai
racun apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat
yang melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun
secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan
racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas
kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki
sangkut paut dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja
racun.
Bahan atau zat beracun
pada umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau makhluk hidup
lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas, masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh tubuh
atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan beracun tersebut
dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru dan
lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi dalam tulang,
darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek kesehatan dalam
jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat melalui urine,
saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi Toksisitas
Untuk mengetahui apakah
suatu bahan atau zat dapat dikategorikan sebagai bahan yang beracun (toksik),
maka perlu diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya. Menurut Achadi Budi
Cahyono dalam buku “Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri” (2004),
toksisitas adalah ukuran relatif derajat racun antara satu bahan kimia terhadap
bahan kimia lainnya pada organism yang sama. Sedangkan Depnaker (1988)
menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menimbulkan
kerusakan pada organism hidup.
Kadar racun suatu zat
danyatakan sebagai Lethal Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu zat yang
dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram berat badan, yang dapat
menyebabkan kematian pada 50% binatan percobaan dari suatu kelompok spesies
yang sama. Selain LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal Concentration-50),
yaitu kadar atau konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan
per meter kubik udara (part per million/ppm), yang dapat menyebabkan 50%
kematian pada binatang percobaan dari suatu kelompok spesies setelah binatang
percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan Proses
Fisiologis
Efek toksik akut
berkolerasi secara langsung dengan absorpsi zat beracun. Sedangkan efek toksik
kronis akan terjadi apabila zat beracun dalam jumlah kecil diabsorpsi dalam
waktu lama yang apabila terakumulasi akan menyebabkan efek toksik yang baru.Secara
fisiologis proses masuknya bahan beracun ke dalam tubuh manusia atau makhluk
hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu: (1) Inhalasi (pernapasan), (2)
Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh tersebut
pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu melalui peredaran darah secara
sistemik.
Organ tubuh yang terkena
racun di antaranya adalah paru-paru, hati, susunan syaraf pusat, sumsum tulang
belakang, ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah. Organ tubuh yang
sangat penting tersebut akan dapat mengalami kerusakan dan tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya jika terkena racun.
Pertolongan
Korban
Apabila di suatu indutri terdapat pekerja yang menjadi
korban terkena bahan beracun, maka perlu segera dilakukan pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K), yang secara garis besar sebagai berikut:
1. Apabila
bahan beracun terhirup maka korban segera dibawa ke lingkungan yang berudara
bersih.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.Dengan lebih mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada di sekitarnya, diharapkan para pekerja dapat terhindar dari bahaya keracunan bahan beracun tersebut. Dan dengan mengetahui langkah pertolongan pertama pada kecelakaan diharapkan korban yang terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari bahaya yang tidak diinginkan.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.Dengan lebih mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada di sekitarnya, diharapkan para pekerja dapat terhindar dari bahaya keracunan bahan beracun tersebut. Dan dengan mengetahui langkah pertolongan pertama pada kecelakaan diharapkan korban yang terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari bahaya yang tidak diinginkan.
C. keracunan
bahan organik atau metalloid pada industrialisasi
Keracunan Bahan Organis Pada Industrialisasi
Pencemaran terjadi akibat bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas
masuk lingkungan hingga terjadi perubahan kualitas lingkungan, Sumber bahan beracun
dan berbahaya dapat diklasifikasikan: industri kimia organik maupun
anorganik penggunaan
bahan beracun dan berbahaya sebagai bahan baku atau bahan penolong peristiwa kimia-fisika, biologi dalam
pabrik. Lingkungan
sebagai badan penerima akan menyerap bahan tersebut sesuai dengan kemampuan.
Sebagai badan penerima adalah udara, permukaan tanah, air sungai, danau dan
lautan yang masingmasing mempunyai karakteristik berbeda. Air di suatu waktu dan tempat tertentu
berbeda karakteristiknya dengan air pada tempat yang sama dengan waktu yang
berbeda,Air berbeda karakteristiknya akibat peristiwa alami serta pengaruh
faktor lain. Kemampuan
lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena interaksi pengaruh luar disebut
daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan antara tempat satu dengan tempat
yang lain berbeda, Komponen lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya turut
menetapkan nilai daya dukung. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan bereaksi dengan satu
atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika,
kimia dan biologis sebagai akibat dari bahan pencemar, membawa perubahan nilai
lingkungan yangdisebut perobahan kualitas. Limbah yang mengandung bahan pencemar akan merubah
kualitas lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya
sesuai dengan daya dukung yang ada padanya, Oleh karena itu penting diketahui
sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung. Pada beberapa daerah di Indonesia
sudah ditetapkan nilai kualitas limbah air dan udara. Namun baru sebagian
kecil. Sedangkan kualitas lingkungan belum ditetapkan. Perlunya penetapan
kualitas lingkungan mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor
yang memerankan andil besar terhadap perekonomlan dan kemakmuran bagi suatu
bangsa. Penggunaan air
yang berlebihan, sistem pembuangan yang belum memenuhi syarat, karyawan yang
tidak terampil, adalah faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengidentifikasikan sumber pencemar.
Produk akhir, seperti pembungkusan, pengamanan tabung dan kotak, sistem
pengangkutan, penyimpanan, pemakaian dengan aturan dan persyaratan yang tidak
memenuhi ketentuan merupakan sumber pencemar juga.
D. Perlindungan masyarakat sekitar
terhadap perusahaan industri
Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari
pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari
kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain sebagainya
yang mungkin dapat tercemari oleh limbah perusahaan industri.
Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya
pencemaran lingkungan dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus
betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu
industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini
tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa
dengan cara pembakaran atau dengan cara pencucian melalui peroses kimia
sehingga uadara/uap yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk
udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan-bahan beracun, bisa
dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan
yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini pada umunya
didasarkan atas faktor-faktor
1.
Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut
2.
Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan
3.
Derajat efektifnya cara yang dipakai
4.
Kondisi lingkungan setempat
5.
Selain oleh bahan bahan buangan, masyarakat juga harus
terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu
industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan
keracunan atau terkenanya penyakit dari hasil-hasil produksi. Karena itu
sebelum dikeluarkan dari perusahaan produk-produk ini perlu pengujian telebih
dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat.
6.
Perlindungan masyarakat dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk industi adalah tugas wewenang Departeman
Perindustrian, PUTL, Kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini Lembaga Konsumen Nasional akan
sangat membantu masyarakat dari bahaya-bahaya ketidakbaikan hasil-hasil produk
khususnya bagi para konsumen umumnya bagi kepentingan masyarakat secara luas.
Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan
yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak
aman sebagai berikut,
Ø sembrono dan tidak
hati-hati
Ø tidak mematuhi
peraturan
Ø tidak mengikuti
standar prosedur kerja.
Ø tidak memakai alat
pelindung diri
Ø kondisi badan yang
lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak
bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan
atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakanm perilaku yang
tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah
dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di
atas.
Sebab-Sebab terjadinya Kecelakaan
Ada dua sebab utama terjadinya suatu kecelakaan.
tindakan yang tidak aman kondisi kerja yang tidak aman Suatu Orang yang
mendapat kecelakaan luka-luka sering kali disebabkan oleh orang lain atau
karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan kecelakaan sering
terjadi yang diakibatkan oleh lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah
dengan menghilangkan hal – hal yang menyebabkan kecelakan Beberapa
contoh tindakan yang tidak aman:
·
Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
·
Memakai alat atau peralatan dengan cara yang salah
·
Memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata
pengaman, sarung tangan atau pelindung kepala
·
Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan
teman sekerja atau alat perlengkapan lainnya.
·
sikap tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan membawa
barang berbahaya di tempat kerja
·
Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari
pekerjaannya atau mengizinkan orang lain mengambil alih pekerjaannya, padahal
orang tersebut belum mengetahui pekerjaan tersebut.
Analisis Dampak Lingkungan Industri
Sebuah pembangunan fisik
yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta harusnya benar-benar
memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari pembangunan itu.
Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan terutama dalam sektor industri akan
meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan
terbukanya lapangan pekerjaan.
Dalam bukunya Wahyu
Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran”,
perkembangan ekonomi menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Disatu
sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat atau daerah. Disisi lain, pembangunan juga bisa berefek
buruk terhadap lingkungan akibat pencemaran dari limbah industri yang bisa
menurunkan kesehatan masyarakat dan efek yang ditimbulkan dari pembangunan
terhadap lingkungan disekitarnya.
Dengan ditingkatkannya
sektor industri di Bangka Belitung nantinya diharapkan taraf hidup masyarakat
akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, disamping tujuan-tujuan tersebut
maka dengan munculnya berbagai industri serta pembangunan berskala besar di
Bangka Belitung ini perlu dipikirkan juga efek sampingnya berupa limbah. Limbah
tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes),
maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan
sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai proses yang ada di
perusahaannya.
Sugiharto, dalam buku
“Dasar-Dasar Pengolahan Limbah” menyebutkan bahwa efek samping dari limbah
tersebut antara lain dapat berupa: pertama, membahayakan kesehatan manusia
karena dapat membawa suatu penyakit (sebagai vehicle), kedua, merugikan segi
ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun
tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat merusak atau membunuh kehidupan yang
ada di dalam air seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya
efek sampingnya adalah dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang.
Selama ini bahaya limbah
yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak kita sadari. Bangka
Belitung contohnya, pembangunan dan industri yang dilakukan sama sekali tidak
layak dalam hal amdalnya. Banyak bangunan dan industri di Bangka Belitung ini
yang tidak tahu kemana limbah industri itu dibuang. Sebenarnya, jika berbicara
limbah maka bukan saja hanya dihasilkan oleh industri namun juga ada limbah
rumah tangga tapi mungkin bahaya yang ditimbulkan tidak seriskan limbah
industri.Sadarkah kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan tidak hanya
disebabkan oleh pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga akan
berdampak pada kerusakan lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi
kehidupan manusia. Ketidaktahuan kita akan informasi bahaya limbah itu
menjadikan penyadaran itu tidak muncul. Sebenarnya, tanpa disadari bahwa efek
negatif yang kita rasakan dalam kehidupan kita seperti tercemarnya air bersih
dan timbulnya beberapa penyakit seperti gatal-gatal, alergi dan iritasi itu
disebabkan oleh pencemaran limbah yang tidak kita sadari.
Berdasarkan pertimbangan
diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan ditimbulkan oleh
adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai beroperasi. Oleh karena
itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan pembangunan tersebut
menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu juga dipertanyakan
tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan tersebut. Sehingga
segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan bangunan pengolahan air
limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. Air limbah suatu
industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini hal tersebut
tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang penting. Padahal
sebenarnya sebuah industri dan pembangunan terutama sekali yang dipertanyakan
adalah tempat pembuangan limbahnya. Apabila peraturan yang ada ditaati oleh
semua pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran pastinya akan terbendung.
Kenyataannya, sampai detik ini ada beberapa kasus pembangunan yang dilakukan di
Bangka Belitung terkait permasalahan amdalnya tidak jelas. Ini merupakan sebuah
bukti betapa tidak ada kepedulian yang muncul karena dinilai belum menimbulkan
efek dan dampak yang berarti bagi kehidupan masyarakat.
Sangat disayangkan bahwa
tipikal masyarakat Bangka Belitung tidak jauh dari tipikal masyarakat Indonesia
pada umumnya. Kesadaran baru akan muncul ketika adanya sebuah permasalahan.
Artinya, tidak akan ada aksi sebelum ada reaksi. Tidak ada tindakan sebelum
merasakan akibatnya. Kesadaran masyarakat akan bahaya limbah mungkin memang
belum terlihat. Inilah yang menjadi penyebab acuhnya masyarakat, selain belum
ada efek yang terlihat secara signifikan juga ditambah dengan keterbatasan
masyarakat akan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran
akibat limbah.
Satu hal yang ditunggu
oleh masyarakat Bangka Belitung, adanya upaya untuk membuat tempat pengolahan
limbah secara signifikan. Inovasi dan kreasi itu sebenarnya sudah lebih dulu
dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia. Namun belum terlihat di Bangka
Belitung. Diharapnya limbah yang tadinya merupakan buangan dari sebuah industri
atau pembangunan akan menghasilkan nilai positif yang bisa digunakan untuk
kepentingan masyarakat. Ada banyak cara yang bisa ditiru dan diadopsi untuk
menangani persoalan limbah. Lakukan sebuah upaya untuk mencegah kekhawatiran
dan kecemasan itu sebelum semuanya menjadi terlambat. Jangan menunggu timbulnya
permasalahan dulu baru melakukan sebuah tindakan atau aksi. Namun mulailah
melakukan pencegahan itu lebih awal sebelum bahaya itu datang. Semoga dapat
dipahami.
F
Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Kawasan di sepanjang Jalan
Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan
Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang tumbuh dan berkembang secara
alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur tangan pemerintah) dan merupakan
limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung.
Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang JalanRaya Bogor akhirnya
mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada
wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasan
industri yang tidak
mencemari lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan Raya Bogor
dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga kerja pada
industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang tercermin pada
pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala sedang adalah
pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam industri yang
jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi industri ini yang jumlahnya 100 atau
56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di sepanjang koridor Jalan
Raya Bogor ( Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis dan Sukmajaya ).
Tujuan dari penelitian ini
yaitu:
·
untuk mengetahui
pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang
·
untuk mengetahui
tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap
·
untuk mengetahui
hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja
industri yang menetap di wilayah penelitian;
Adapun hipotesis kerja
penelitian, adalah:
·
pola persebaran
industri sedang mengikuti pola tata ruang.
·
terdapat hubungan
antara industri sedang dengan lingkungan sosialekonomi masyarakat pekerja
industry yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.
·
Pada penelitian
ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat), prosentasi
penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan hubungan
antara variabel bebas (lingkungan social masyarakat pekerja pabrik) dan
variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode statistik
koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for windows,
yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel
lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas
permukiman) terhadap industri sedangnya.
Hasil pengujian hipotesis
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Lokasi industri skala
sedang di wilayah penelitian, terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas,
Pekayon, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug, Sukamaju Baru, Jatijajar,
Cilangkap, Cisalak, dan Sukamaju dengan pola keruang/spasial persebaran
industrinya di sepanjang Jalan Raya Bogor mengikuti pola penataan ruang yang
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kodya Jakarta Timur dan Kota Depok.
Berdasarkan hasil
perhitungan analysis tetangga terdekat (nearness neighborhood analysis), adalah
sebagai berikut:
1.
pola keruangan
persebaran industrinya yang mengelompok (cluster pattern) dengan nilai indeks
skala T (0 - 0,7), terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar, Cilangkap, dan
Cisalak;
2.
pola keruangan
persebaran industrinya yang tidak merata/acak (random pattern) dengan nilai
indeks skala T (0,7 – 1,4), terdapat di wilayah Kelurahan Tugu, Mekarsari,
Sukamaju Baru, dan Jatijajar;
3.
pola keruangan
persebaran industrinya yang merata (dispersed pattern/uniform) dengan nilai
indeks skala T (1,4 – 2,1491), terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas,
Pekayon, Curug dan Sukamaju.
4.
Tenaga kerja
lokal yang terserap pada kegiatan industri berdasarkan pada tingkat pendidikan,
adalah sebagai berikut: tingkat pendidikan menengah (SLTP/Sederajat dan
SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat pendidikan rendah (SD/Sederajat) dan tinggi (D3
dan SI), tingkat pendidikan sangat rendah atau tidak sekolah mempunyai jumlah
yang relatif sedikit 2,81% dari jumlah total respoden pekerja industry.
5.
Hubungan antara
industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industrinya
yang menetap di wilayah penelitan, dirinci berdasarkan variabel tingkat
pendidikan, pendapatan (salary) dan kualitas permukiman, dengan kondisi :
6.
Wilayah Kelurahan
Susukan, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Jatijajar, Cilangkap, dan Cisalak
mempunyai nilai total skoring pembobotan lebih dari sama dengan 7, yang berarti
bahwa pada wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan variabel yang kuat dan
positif antara tipologi lingkungan industry dengan tipologi lingkungan sosial
masyarakat pekerja industrinya.
7.
Pada wilayah
kelurahan lainnya, seperti Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru, dan Sukamaju
memiliki nilai total skoring pembobotan kurang dari 7, yang berarti bahwa
wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan yang agak kuat dan positif antara
tipologi lingkungan industri dengan lingkungan social masyarakat pekerja
industrinya.
REFRENSI:
·
http://blogriyani.blogspot.co.id/2013/04/tugas-pengetahuan-lingkungan.html
·
http://softskill-naufalpratiknyo.blogspot.co.id/2015/01/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan.html
· https://luqm4ntr.wordpress.com/2011/11/25/perlindungan-masyarakat-sekitar-perusahaan-industri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar