Kamis, 28 April 2016

Perbatasan NKRI dengan negara tetangga, konflik-konflik daerah perbatasan indonesia dan perjanjian diantara indonesia dan negara tetangga

                           PERBATASAN NKRI
*Perbatasan NKRI dengan negara-negara tetangga





Konflik-konflik di daerah perbatasan Indonesia dengan Negara lain

1.  Batas Perairan Indonesia-Malaysia di Selat Malaka
Pada tahun 1969 Malaysia mengumumkan bahwa lebar wilayah perairannya menjadi 12 mil laut diukur dari garis dasar seseuai ketetapan dalam Konvensi Jenewa 1958. Namun sebelumnya Indonesia telah lebih dulu menetapkan batas-batas wilayahnya sejauh 12 mil laut dari garis dasar termasuk Selat Malaka. Hal ini menyebabkan perseteruan antara dua negara mengenai batas laut wilayah mereka di Selat Malaka yang kurang dari 24 mil laut.
Penyelesaian
Pada tahun 1970 tepatnya bulan Februari-Maret dilaksanakan perundingan mengenai hal tersebut, sehingga menghasilkan perjanjian tentang batas-batas Wilayah Perairan kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik kordinat ditetapkan berdasarkan garis pangkal masing-masing negara. Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Namun belum ditetapkannya batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) menyebabkan seringnya tangkap-menangkap nelayan di wilayah perbatasan. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang31dua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut.

2.  Batas Perairan Indonesia-Singapura di Pulau Karimun Besar dan Pulau Bintan
Di sebelah utara Pulau Karimun Besar dan Pulau Bintan merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut. Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas.
Penyelesaian
Negosiasi antara kedua belah pihak yang dilakukan sejak tahun 2005 akhirnya berbuah kesepakatan bahwa Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Kesepakatan ini mulai berlaku tertanggal 30 Agustus 2010

3.  Batas Perairan Indonesia-Filipina mengenai Pulau Miangas
Pulau Miangas yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
Penyelesaian
Dinyatakan lebih lanjut dalam protocol perjanjian ekstradisi Indonesia – Filiphina mengenai defisi wilayah Indonesia yang menegaskan Pulau Miangas adalah Milik Indonesia atas dasar putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 4 April 1928

4. Batas Daratan Indonesia-Malaysia mengenai Ambalat
Sengketa Ambalat ini diakibatkan oleh negara Malaysia yang ingin merebut Ambalat karena keistimewaan Ambalat yang memiliki kakayaan laut dan bawah laut, khususnya untuk pertambangan minyak. Hal ini dapat dibuktikan ketika Malaysia membuat peta baru pada tahun 1969 yang memasukan pulau Sipadan dan Ligitan pada wilayah negaranya, tentu negara Indonesia tidak terima dengan pengakuan sepihak tanpa dasar aturan yang jelas. Pengajuan sepihak itu membuat Indonesia tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Lalu Indonesia menyelesaikan sengketa ini dengan penandatanganan kembali Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia.
Penyelesaian
Malaysia kembali membuat sengketa dengan Indonesia atas pembuatan peta baru pada tahun 1979 yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya. Indonesia kembali tidak mengakui peta baru Malaysia karena melanggar perjanjian yang telah disepakati. Ancaman perbatasan yang dilakukan Malaysia ini semakin diperparah ketika Mahkamah Internasional menyatakan pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di blok Ambalat dinyatakan bagian dari wilayah Malaysia. Namun Pulau Ambalat tetap berada dalam wilayah Indonesia.

5. Batas Daratan Indonesia-Singapura mengenai Penambangan Pasir Pulau Nipa
Sengketa mengenai penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulaun Riau yang dilakukan oleh Singapura harus ditangani serius oleh pemerintah Indonesia. Penambangan pasir tersebut mengakibatkan kerusakan parah pada ekosistem pesisir pantai sehingga banyak para nelayan kita yang kehilangan mata pencaharian. Lebih parahnya penambangan pasir laut yang dilakukan itu mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil di Indonesia karena telah ada kasus tenggelamnya pulau Nipah. Jika hal ini dibiarkan saja maka diatakutkan terjadi perubahan batas laut dengan Singapura karena perubahan geografis di Indonesia.
Penyelesaian
Kementrian Pertahanan Mengkampanyekan Untuk Mereklamasi Pulau Nipa karena pada tahun 2004 sampai 2008 penduduk menjual pasir pantai Pulau Nipa kepada Singapura. Langkah KemHan ini menghabiskan dana lebih dari 300 Milyar Rupiah.

Ini hanya sebagian kecil permasalahan perbatasan Indonesia dengan negara tentangga, sebenarnya masih banyak yang belum sempat saya tuturkan.Usaha pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI bukanlah isapan jempol belaka, berkali-kali wilayah Indonesia terselamatkan atas klaim-klaim negara luar. Meskipun beberapa wilayah Indonesia jatuh ketangan asing seperti Pulau Sipadan dan Ligitan. Kita sebagai calon penerus bangsa harus jeli dan ikut serta mengawasi wilayah perbatasan negara kita. Semoga tidak terjadi lagi permasalahan wilayah perbatasan yang dapat merugikan negara.

Perjanjian diantara Indonesia dan Negara tetangga
1. Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang  Nomor 2  Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971.  Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih dalam proses perundingan.  Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki  perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen. Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.
2. Papua Nugini
Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
3. Timor Leste
Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka  diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. (Sumber: Mabes TNI AL).
4. Singapura
Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia.
Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
5. Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3)
6. Filipina
Perundingan RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian setiap  3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia menggunakan metode proportionality dengan memperhitungkan  lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil
7. India
Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.
8. Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
9. Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
10. Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE”  yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar