PERBATASAN NKRI
*Perbatasan NKRI dengan negara-negara
tetangga
Konflik-konflik di daerah
perbatasan Indonesia dengan Negara lain
1.
Batas Perairan Indonesia-Malaysia di Selat Malaka
Pada tahun 1969 Malaysia
mengumumkan bahwa lebar wilayah perairannya menjadi 12 mil laut diukur dari
garis dasar seseuai ketetapan dalam Konvensi Jenewa 1958. Namun sebelumnya
Indonesia telah lebih dulu menetapkan batas-batas wilayahnya sejauh 12 mil laut
dari garis dasar termasuk Selat Malaka. Hal ini menyebabkan perseteruan antara
dua negara mengenai batas laut wilayah mereka di Selat Malaka yang kurang dari
24 mil laut.
Penyelesaian
Pada tahun 1970 tepatnya bulan
Februari-Maret dilaksanakan perundingan mengenai hal tersebut, sehingga menghasilkan
perjanjian tentang batas-batas Wilayah Perairan kedua negara di Selat Malaka.
Penentuan titik kordinat ditetapkan berdasarkan garis pangkal masing-masing
negara. Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka
penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu
diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Namun belum
ditetapkannya batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) menyebabkan seringnya
tangkap-menangkap nelayan di wilayah perbatasan. Berdasarkan ketentuan
UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan
Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang31dua pulau tersebut lebih
dari 100 mil laut.
2. Batas Perairan Indonesia-Singapura
di Pulau Karimun Besar dan Pulau Bintan
Di sebelah utara Pulau Karimun
Besar dan Pulau Bintan merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni
Indonesia, Singapura dan Malaysia. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian
batas laut. Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan
reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah
laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi,
Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas.
Penyelesaian
Negosiasi antara kedua belah
pihak yang dilakukan sejak tahun 2005 akhirnya berbuah kesepakatan bahwa Batas
laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1
kilometer. Kesepakatan ini mulai berlaku tertanggal 30 Agustus 2010
3. Batas Perairan Indonesia-Filipina
mengenai Pulau Miangas
Pulau Miangas yang terletak dekat
Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi
Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia
berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan
ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
Penyelesaian
Dinyatakan lebih lanjut dalam
protocol perjanjian ekstradisi Indonesia – Filiphina mengenai defisi wilayah
Indonesia yang menegaskan Pulau Miangas adalah Milik Indonesia atas dasar
putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 4 April 1928
4. Batas Daratan Indonesia-Malaysia mengenai
Ambalat
Sengketa Ambalat ini diakibatkan
oleh negara Malaysia yang ingin merebut Ambalat karena keistimewaan Ambalat
yang memiliki kakayaan laut dan bawah laut, khususnya untuk pertambangan
minyak. Hal ini dapat dibuktikan ketika Malaysia membuat peta baru pada tahun
1969 yang memasukan pulau Sipadan dan Ligitan pada wilayah negaranya, tentu
negara Indonesia tidak terima dengan pengakuan sepihak tanpa dasar aturan yang
jelas. Pengajuan sepihak itu membuat Indonesia tidak mengakui peta baru
Malaysia tersebut. Lalu Indonesia menyelesaikan sengketa ini dengan
penandatanganan kembali Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia.
Penyelesaian
Malaysia kembali membuat sengketa
dengan Indonesia atas pembuatan peta baru pada tahun 1979 yang secara sepihak
membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke
dalam wilayahnya. Indonesia kembali tidak mengakui peta baru Malaysia karena
melanggar perjanjian yang telah disepakati. Ancaman perbatasan yang dilakukan
Malaysia ini semakin diperparah ketika Mahkamah Internasional menyatakan pulau
Sipadan dan Ligitan yang berada di blok Ambalat dinyatakan bagian dari wilayah
Malaysia. Namun Pulau Ambalat tetap berada dalam wilayah Indonesia.
5. Batas Daratan Indonesia-Singapura mengenai
Penambangan Pasir Pulau Nipa
Sengketa mengenai penambangan
pasir laut di perairan sekitar Kepulaun Riau yang dilakukan oleh Singapura
harus ditangani serius oleh pemerintah Indonesia. Penambangan pasir tersebut
mengakibatkan kerusakan parah pada ekosistem pesisir pantai sehingga banyak
para nelayan kita yang kehilangan mata pencaharian. Lebih parahnya penambangan
pasir laut yang dilakukan itu mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil di
Indonesia karena telah ada kasus tenggelamnya pulau Nipah. Jika hal ini
dibiarkan saja maka diatakutkan terjadi perubahan batas laut dengan Singapura
karena perubahan geografis di Indonesia.
Penyelesaian
Kementrian Pertahanan
Mengkampanyekan Untuk Mereklamasi Pulau Nipa karena pada tahun 2004 sampai 2008
penduduk menjual pasir pantai Pulau Nipa kepada Singapura. Langkah KemHan ini
menghabiskan dana lebih dari 300 Milyar Rupiah.
Ini hanya sebagian kecil
permasalahan perbatasan Indonesia dengan negara tentangga, sebenarnya masih
banyak yang belum sempat saya tuturkan.Usaha pemerintah dalam mempertahankan
kedaulatan wilayah NKRI bukanlah isapan jempol belaka, berkali-kali wilayah Indonesia
terselamatkan atas klaim-klaim negara luar. Meskipun beberapa wilayah Indonesia
jatuh ketangan asing seperti Pulau Sipadan dan Ligitan. Kita sebagai calon
penerus bangsa harus jeli dan ikut serta mengawasi wilayah perbatasan negara
kita. Semoga tidak terjadi lagi permasalahan wilayah perbatasan yang dapat
merugikan negara.
Perjanjian diantara Indonesia dan
Negara tetangga
1. Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara
Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas
Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang
pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between
Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the
delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27
Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis
Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di
Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971
tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada
kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di
Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal
ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan
Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor
Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik
Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3
mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan
Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan
Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih dalam proses
perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki
perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE
dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus
dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona
Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen. Sementara pada segmen Selat Malaka bagian
Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi
batas laut teritorial kedua negara.
2. Papua Nugini
Perbatasan Indonesia dengan Papua
New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur
timur, dari pantai utara sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan
antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea
pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai
dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly
dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai
pantai selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah
dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan lainnya, melalui
pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan
adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
3. Timor Leste
Perundingan batas maritim antara
Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki
penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas
maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka
diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna
membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit
disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu
juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B
tepat di utara wilayah Timor Leste. (Sumber: Mabes TNI AL).
4. Singapura
Perjanjian perbatasan maritim
antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang
menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara. Perjanjian tersebut
kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah
belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat
Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan
kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah
Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia.
Penentuan batas maritim di
sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara
antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara
pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali
(perundingan ke-2).
5. Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di
Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama batas landas kontinen
pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum
diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat
perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua
negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3)
6. Filipina
Perundingan RI – Philipina sudah
berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian setiap 3 – 4 bulan
sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak
mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai
milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir
penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember
2005 di Batam. Indonesia menggunakan metode proportionality dengan
memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan
Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam perundingan yang akan
datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk
membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil
7. India
Indonesia dan India telah
mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus
1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi
perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian
perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977
dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman
dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara,
Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas landas
kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian
dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan
Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat
perjanjian perbatasan ZEE.
8. Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan
perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian
tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian
perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan
Laut Andaman.
Selain itu juga telah
dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara yaitu
Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21
Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun
1972.
Perbatasan antara Indonesia
dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
9. Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen
antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap
sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE
yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas
telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14
Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim
antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan yang ditandatangani pada
1969, 1972 dan terakhir 1997.
10. Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau
terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang
menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui
batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan
Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini timbul
karena jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga
ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan
perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1 Maret 2012
di Manila (perundingan ke-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar